A R T I K E L A K S I N Y A T A
Fasilitator : R. Sinta Dewi Sekarwati, S.Pd.,M.T Pengajar Praktik : N. Jany Mery, M.Pd
oleh : Herlina Cahayati, S.Pd.,M.AP – Guru SMAN 1 Tembilahan – (CGP Angkatan 5 Kab. Indragiri Hilir)
Disiplin Positif
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi intrinsik pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.
Makna Kata Disiplin
Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan sama sekali. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.
Nilai-nilai Kebajikan Universal
Makna disiplin positif yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai nilainilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. Nilainilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia, mandiri, bernalar kritis, berkebinekaan global, bergotong royong dan kreatif.
Aksi Nyata Pembuatan Keyakinan Kelas
Salah satu budaya positif yang dapat dikembangkan dan diterapkan adalah keyakinan kelas. Mengapa keyakinan? Karena keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebajikan (prinsip-prinsip) universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang, suku, negara, bahasa maupun agama. Ciri-ciri keyakinan kelas antara lain : 1)Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal yang dibuat dalam bentuk kalimat positif. 2)Keyakinan kelas tidak dibuat dalam jumlah banyak sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. 3)Keyakinan kelas merupakan sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan kelas tersebut. 4)Keyakinan kelas merupakan sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan kelas tersebut. 5)Pembuatan keyakinan kelas melibatkan semua warga kelas melalui kegiatan curah pendapat. 6)Keyakinan kelas ditinjau kembali dari waktu ke waktu. Di lingkungan sekolah perlu adanya keyakinan kelas/sekolah agar bisa memunculkan motivasi intrinsik murid. Disiplin positif yang diterapkan melalui keyakinan kelas pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran murid dan memunculkan motivasi intrinsik dalam membentuk karakter positif.
Aksi nyata pembuatan keyakinan kelas yang telah saya lakukan pada sebuah kelas saya yaitu XII MIPA 2 pada tanggal 30 Agustus 2022, kegiatan diawali dengan memberikan pemahaman ke muird-murid mengenai keyakinan kelas dan melibatkannya dalam penyusunan keyakinan kelas, memberikan sticknote dan masing-masing murid berpartisipasi di dalam mengeluarkan pendapatnya atau idenya dalam pembuatan keyakinan kelas, setelah itu ditentukanlah kalimat yang terbanyak ditulis oleh murid-murid untuk dijadikan keyakinan kelas, salah seorang murid membacakannya dan kemudia menuliskan kesimpulan dalam bentuk keyakinan kelas untuk disepakati bersama, keyakinan kelas yang telah disepakati ditandatangani oleh seluruh murid di kelas tersebut. Murid-murid membuat poster keyakinan kelas.
(Gambar : poster keyakinan kelasGambar : poster keyakinan kelas)
Aksi nyata ini saya bagikan kepada bapak/ibu guru melalui kegiatan Webinar Budaya Positif yang saya taja bersama rekan CGP saya yaitu Bapak Hendriadi, S.Pd, bapak Kurniadi Akbar, S.Pd. Nila Anggraini Siregar, S.Pd, kegiatan webinar tersebut dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2022, pada saat webinar dilaksanakan banyak guru atau partisipan yang sangat berantusias dengan penjelasan kami, ini terbukti dari banyaknya yang bertanya dan memberi tanggapan kegiatan webinar tersebut.
(Gambar : 1. ide hasil tulisan untuk keyakinan kelas, 2. hasil keyakinan kelas)
Berbagi Budaya Positif Secara Virtual
Penyebaran pemahaman budaya positif kami lakukan secara daring atau virtual ini dikarenakan tidak adanya waktu yang cocok untuk dilakukan secara tatap muka disebabkan sekolah kami telah menerapkan proses pembelajaran full day atau 5 hari sekolah yang membuat waktu tidak tersedia di saat tersebut, sehingga kami memutuskan untuk melakukannya secara daring atau virtual. Namun hal tersebut tidak mengurangi semangat para guru untuk mendapatkan informasi baru bagi para guru tentang budaya positif salah satunya pembuatan keyakinan kelas dan lain-lainnya. Kami sangat berterimakasih atas dukungan yang telah diberikan dari pihak sekolah terutama kepala SMAN 1 Tembilahan Bapak Drs. H. Muhammad Nurlin.,M.AP yang sangat membantu terlaksananya aksi nyata ini, para guru SMAN 1 Tembilahan, para bapak ibu CGP angkatan 5 yang terlibat serta pihak yang terlibat , sehingga kegiatan webinar ini dapat berlangsung dengan aman dan lancar.
(Gambar : Webinar Aksi nyata Modul 1.4 bersama guru)
Semoga aksi nyata yang saya buat atau saya tuliskan ini dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan umumnya dan di sekolah saya sendiri SMAN 1 Tembilahan khususnya.